Devi Fitriani (Yusuf Manaf) (S.Ked)

Tulisan ini aslinya bukan dari saya, melainkan ide-atau curhatan?- dari sahabat saya Ade Oktiviyari. Cukup membuat saya berusaha mencari-cari tau motif tulisan ini.
Haha..

Well, saya senang membacanya, seolah menjadi catatan perjalanan persahabatan kami. Cukup menggelikan, dari sekian banyak foto-foto lucu dan indah lainnya, mengapa foto yang ditampilkan justru foto ini?? *sigh. Tapi tak mengapa, “ekspresif” kata Bang rahmad. Mungkin tidak akan ada dua kali untuk foto seperti ini. Jadi boleh lah kalau kalian-ade, ririn, ama, yeni, iin, ismi-mau pasang foto ini jadi wallpaper dekstop kalian saat depresi atau stress. 😀
Anyway, Devi thanks to Ade, *nanti di ulang tahun yang ke 50, tolong tulis buku biografi devi yaa :)”

devi

Kali ini saya bercerita tentang orang yang saya panggil sahabat saja.

Baiklah, ringkas mukaddimah, namanya Devi Fitriani. O ya, dia suka membubuhkan Yusuf Manaf di belakang namanya. Maka jadilah namanya adalah Devi Fitriani Yusuf Manaf. Dan karena dia sebentar lagi juga akan S.Ked, makanya namanya mungkin akan segera menjadi Devi Fitriani Yusuf Manaf, S.Ked. Cukup panjang untuk jadi nama seorang manusia.

Alasan saya bercerita tentang dia, bukan yang lain adalah, she’s so logic. Jadi dia tidak akan ngamuk-ngamuk apapun yang saya tulis disini, percayalah.

Baiklah, pertama kali saya bertemu dengan Devi (Saya suka memanggil dia Bulbul, yang sejarahnya nanti akan saya ceritakan, mungkin) adalah suatu hari, suatu masa yang saya tidak ingat lagi. Dan ini aneh. Sebab saya selalu bisa mengingat saat-saat pertama kali saya bertemu seseorang. Saya bisa merincikan, kapan dan bagaimana saya bertemu seseorang,meski tidak spesifik. Tapi bulbul, saya kehilangan definisi tempat dan waktu pertemuan kami.

Alasannya mungkin sederhana sekali. Karena saya beratus kali melihatnya sebelum pertama kali menyapanya, dan beribu kali menyapanya sebelum mengingat namanya, that’s it. Karena itu saya lupa momen kapan pertama kali melihat, kapan pertama kali meyapa, dan kapan pertama kali ingat namanya.

Yang saya tahu, saya pertama kali terkesan dengan keceriaannya. Dia mudah tertawa, dan jelas tipe sanguinis sejati. Karena dimanapun dia berada,dia bisa membuat suasana menjadi meriah. Dan seringkali dia yang menjadi korban olok-olokan, gamparan, dan tertawaan. Kepalanya ditarik-tarik, tangannya dikunyah-kunyah, disiram garam, merica, dll. Uniknya, dia tidak tersinggung *bener gak sih :-?

Saya terkesan dengan kesanguinisannya. Tentu saja dunia perlu banyak orang seperti ini kan?

Ini cinta pada pandangan pertama.

Lalu setelah saya bergabung di CIMSA (sebuah organisasi kampus yang kepanjangannya tidak terlalu penting untuk diceritakan), saya semakin terkesan.

Dia bersungguh-sungguh. Dalam tiap kepanitiaan, berada di jabatan atau posisi apapun dia selalu penuh totalitas. Untuk datang rapat, untuk menyumbangkan ide-ide, untuk berkreatifitas dengan segala apa yang ada… Dia konsisten dengan cara yang dia pilih dan selalu mendengar pendapat apapun, dia suka sekali tertawa terbahak-bahak dan membuat orang merasa nyaman. Terutama,dia bisa beradaptasi dengan siapapun.

Puncak kedekatan kami adalah saat kami sama-sama menjadi panitia MADEC (well, sejenis acara penyuluhan tentang DBD dan malaria). Saya menjadi SU Acara bagian penyuluhan, dan dia sebagai bagian pendanaan.

Pada waktu itu saya minim anggota. Harus melakukan penyuluhan ke sekitar 10 sekolah, dengan dana minim dan pengalaman koordinasi yang juga minim.

Saya tidak bisa melewati semua tanpa bantuannya.

Karena saya ingat, sedikitnya dia yang mensupport. Yang hujan-hujan mau menempuh perjalanan untuk membawa logistik penyuluhan. Yang mau bantu menghubungi pihak sekolah saat saya gaduh dengan yang lain, yang bisa membuat saya tertawa saat distress dengan agenda penyuluhan yang tidak sempurna.

Lalu kami naik menjadi official CIMSA (nama membuminya presidium :) ) maka jadilah kami semakin dekat.

Saya mondar-mandir nginap di rumahnya (azas manfaat. hahhaa)

Sering nyantronin rumahnya untuk minta minum, minta makan,pinjem buku, atau sekedar numpang shalat ;)

Sering numpang curhat, numpang diskusi, numpang ini itu.

Numpang minta diajarin masak, tapi terakhir belagak tamu, jadinya cuma numpang makan aja, yang masak tuan rumah :D

Prinsipnya numpang aja :D

Lalu ada petualangan gila yang tidak perlu diceritakan di sini. Sebab terlalu gila, mungkin.

Tapi yang jelas,

she’s so logic.

Hampir seperti laki-laki. Kata-kata favoritnya adalah, “Mengapa gitu?” Tentu saja bagi saya yang suka mencampuradukkan imajinasi dengan fakta, pekerjaan menjelaskan menjadi lebih sulit.  Karena jika kata-kata statement itu tidak logis,dia akan membantahnya. Dan saya harus bisa menjadikannya logis. Cukup melelahkan.

Dia suka bersolusi, dan suka bertualang tidak tentu arah.

Organisasinya bejibun. Mulai dari BEM, LDK, MAPENA, bahkan sekarang juga KAMMI. Padahal sudah mahasiswa tahun terakhir, tapi aktivitasnya nyaris seperti mahasiswa baru masuk kuliah. Hedeeh… @___@

Dan lepas dari dia seorang sanguin sejati,dia  adalah seseorang yang cool. Jauh setelah saya mengenalnya saya baru mengetahui jati diri ini. Kalau sedang sama-sama dingin dan rasional, kami bisa bicara serius berjam-jam dengan nada datar dan tanpa tedensi apapun. Raut muka kaku dan akan bicara seperti dua orang musuh  yang siap tembak-tembakan di jalan.

Tapi yang seringkali terjadi, kami berebut melempar tugas ’sulit’,

“Wah, harus hubungi orang ini.”

“APPAAA???Dia kan mengerikan sekali. Sudah, Bulbul saja hubungi.”

“Gak mauu… Gak mauu… Gak mauu… ” kok udah seperti anak yang mau diculik ya? :P

“Cepat Buul…”

“Gak mau… Ade aja.”

Lalu saling lempar-lemparan hape. Setelah kepala dingin, baru memutuskan untuk menghubungi orang yang menyeramkan itu… setelah keberanian terkumpul :D

Dia selalu bisa menemukan alasan rasional, berbeda dengan saya yang selalu merasionalisasi alasan. Misalnya saja,

“Pergi rapat Bul?”

“Pergi, penting rapatnya nih. Pmbahasan terakhir acara.” Alasan yang rasional.

“Owh, Ade males banget. Harus dipaksa biar bisa pergi rapat.” Rasionalisasi alasan (yang sebenarnya tidak rasional)

Dia menolak kantong plastik saat belanja, menyimpan sampah di tas, dan ingin punya sepeda untuk mengurangi pemakaian bahan bakar fosil.

Dia pintar menawar, bisa berbahasa Aceh dengan fasih, dan digemari oleh tukang parkir, pelayan warung,tukang martabak, dll ;) Fansnya bejibun.

Dia ingin kuliah di Prancis,dan giat belajar bahasa Prancis dari sekarang.

Well, dia mengejar mimpi. Dan sangat keras kepala dalam mengejar mimpi-mimpinya.

Yang terakhir, dia sangat cinta dengan kampung asalnya, di Meuredu (Sebuah kecamatan di Pidie Jaya). Dia terobsesi menjadikan kami semua orang Pidie Jaya. Sebuah obsesi yang sia-sia. Karena kebetulan kami semua yang dekat dengannya sudah punya kewarganegaraan sendiri.

Terakhir, dia bercita-cita menikah usia 26 tahun. Usia yang tepat, mungkin. Dan dia berjanji akan mengundang saya. Baiklah :D

***

Lalu kenapa kami bisa-katakanlah-bersahabat?

Saya terlalu abstrak, dan dia terlalu konkrit.

Saya introvert,pragmatis, dan melankolis. Dia introvert, pragmatis, dan sanguinis.

Agak berbeda, tapi tidak ekstrim. Sebab ada titik temu.

Kami sama-sama cinta buku dan cinta perjuangan. Itulah,yang membuat kami tetap bersama 🙂 Atau ada alasan lain? Saya butuh waktu merasionalisasikannya.

Yang pasti, saya senang mengenalnya dalam hidup saya yang singkat ini.

Original posting in :Devi Fitriani (Yusuf Manaf) (S.Ked)

4 responses to “Devi Fitriani (Yusuf Manaf) (S.Ked)

  1. penulisan buku biografi?
    bayarnya 500rb/bab
    hahahha >:D
    eh, btw sesuai resolusi, usia saya tdk sampai 50
    nanti minta saja anak saya yg menulisnya ya *jika ada 😀

    *entah kenapa mendadak terdiam membayangkan tdk bs melihat bul2 di usia 50. semoga bisa reunian di surga kelak. Amiin

Leave a comment